Niat Ketika Seorang Muslim Mencari Harta
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Niat Ketika Seorang Muslim Mencari Harta ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 29 Safar 1444 H / 26 September 2022 M.
Kajian Tentang Niat Ketika Seorang Muslim Mencari Harta
Kita masih berbicara seputar kekeliruan sebagian orang dalam memandang harta. Ada yang berlebihan hingga menjadi budak harta, dan ada juga yang mengambil sikap yang ekstrem pula terhadap harta, yaitu merasa tidak memerlukan harta dan cenderung meninggalkannya sama sekali.
Tentunya Ahlus Sunnah wal Jamaah ataupun salaf (sahabat dan para ulama-ulama yang datang sesudah mereka), mereka bersikap tengah didalam bab harta ini. Juga kita melihat dari sabda-sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berisi larangan untuk menyia-nyiakan. Seperti misalnya dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash, Nabi pernah berkata kepadanya:
لأن تترك ورثتك أغنياء خير لك من أن تتركهم عالة يتكففون الناس
“Sesungguhnya engkau meninggalkan keluargamu dalam kondisi berkecukupan lebih baik bagimu daripada meninggalkan mereka dalam kondisi fakir (kekurangan) sehingga mereka terpaksa meminta-minta kepada orang lain.”
Artinya harta itu memang kita perlukan juga untuk menopang kehidupan kita, untuk menegakkan punggung kita, dan untuk mencegah kita dari bergantung/bersandar kepada orang lain hingga jatuh dalam kehinaan mengemis kepada manusia.
Maka kita diperintahkan untuk mencari harta. Namun di dalam syariat kita diwajibkan untuk mencarinya dengan cara yang halal. Naluri mencari rezeki itu adalah naluri yang Allah tanamkan kepada semua makhluk hidup, sampai hewan sekalipun. Coba lihat hewan, tidak ada hewan yang meminta-minta kepada hewan lainnya. Mereka berusaha untuk mencari rezeki untuk diri mereka sendiri. Burung keluar dari sarangnya untuk mencari rezeki, bukan minta rezeki kepada burung yang lainnya. Artinya naluri itu ada pada semua makhluk hidup, termasuk manusia.
Maka kita pun mencari rezeki yang notabene itu adalah harta untuk kecukupan hidup kita. Maka Nabi mengatakan: “Kamu tinggalkan keluargamu dalam keadaan berkecukupan (bukan berlebihan), itu lebih baik daripada kamu tinggalkan mereka dalam kondisi fakir, kekurangan, dan terpaksa mengharap bantuan dan pertolongan orang lain.”
Ini menunjukkan kepada kita bahwa Nabi melarang pekerjaan meminta-minta. Itu bukanlah pekerjaan yang dibenarkan, bahkan dilarang. Dan Nabi juga pernah berkata:
ما نفَعني مالٌ كمالِ أبي بكرٍ
“Tidak ada harta yang memberi manfaat bagiku seperti harta Abu Bakar.”
Yaitu yang dikeluarkan Abu Bakar untuk membantu dakwah dan perjuangan Nabi di dalam menyiarkan agama. Itu adalah harta yang membawa manfaat bagi pemiliknya di dunia dan di akhirat. Dan juga bermanfaat bagi orang lain. Itulah sebaik-baik harta yang besar manfaatnya. Semakin besar manfaat sebuah harta maka semakin besar juga berkah/manfaatnya bagi pemiliknya.
Diriwayatkan dari ‘Amr bin Al-Ash, ia bercerita bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengirim utusan kepadaku untuk menyampaikan pesan. Pesannya adalah:
خُذْ عَلَيْكَ ثِيَابَكَ وَسِلاحَكَ ثُمَّ ائْتِنِي
“Ambillah pakaian dan senjatamu lalu datanglah padaku.”
Maka aku pun menghadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu beliau berkata:
إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَبْعَثَكَ عَلَى جَيْشٍ فَيُسَلِّمُكَ اللَّهُ وَيُغْنِمُكَ وَأَرْغَبُ لَكَ مِنَ الْمَالِ رَغْبَةً صَالِحَةً
“Aku ingin mengutusmu untuk bisa memimpin pasukan, hingga Allah memberikan kamu kemenangan, dan memberimu rampasan perang, dan memberimu keinginan yang baik terhadap harta.”
Maka aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, aku masuk Islam bukan karena harta, tetapi karena kecintaan akan Islam.”
Maka Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
يَا عَمْرُو نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ
“Wahai ‘Amr, sebaik-baik adalah harta adalah yang berada di tangan orang yang shalih.”
Karena ketika harta itu ada di tangan orang yang shalih, harta itu akan digunakan untuk menaati Allah, untuk membantu sesama, untuk satu yang bermanfaat bagi manusia. Sehingga manfaat dari harta itu semakin luas. Namun jika berada di tangan orang yang fasik, maka mungkin harta itu digunakan untuk kejahatan/keburukan, untuk menyebarluaskan kemungkaran di tengah-tengah manusia.
Maka Nabi mengatakan: “Tidak mengapa wahai ‘Amr harta itu ada di tanganmu. Karena sebaik-baik harta adalah harta yang berada di tangan orang yang shalih.”
Orang yang shalih itu dapat mengetahui kemana harta itu harus diletakkan. Beda dengan orang yang fasik, dia tidak tahu harta itu harus diletakkan dimana.
Ibnul Jauzi Rahimahullahu Ta’ala mengatakan bahwa hadits-hadits ini adalah hadits-hadits shahih yang dikeluarkan di dalam kitab-kitab para ulama. Hadits ini bertolak belakang dengan keyakinan kaum sufi yang menyatakan bahwa memperbanyak harta itu ibarat tirai penutup dari cahaya Allah, memperbanyak harta juga menurut mereka adalah suatu hukuman, menyimpan harta termasuk tidak tawakal.
Tentunya tidak dapat dipungkiri bahwasannya fitnah harta memang berbahaya, harta termasuk salah satu ujian. Hingga tak sedikit orang yang meninggalkan harta karena takut terkena fitnahnya.
Lagi pula mengumpulkan harta melalui cara yang halal itu bukan perkara mudah juga. Selamatnya hati dari godaan harta juga hampir bisa dibilang mustahil. Artinya pasti hati itu terpengaruh dengan harta. Allah mengatakan:
أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ
“bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan.” (QS. Al-Anfal[8]: 28)
Dari satu sisi Allah mengingatkan kepada kita bahwa hati-hati terhadap harta. Dan tadi disebutkan oleh Ibnul Jauzi bahwa mencarinya dengan cara yang halal juga bukan perkara mudah. Apalagi zaman sekarang. Sehingga kecenderungan manusia dalam mencari harta dengan segala cara (tidak peduli halal haram). Jangankan syubhat, yang haram saja diambil.
Maka seharusnya seorang itu mencari harta hanya sekedar mendapatkan bekal untuk hidupnya dengan cara yang halal. Kalau seperti itu mungkin tidak susah baginya untuk membatasinya dengan jalan yang halal saja. Seseorang memang perlu tapi ada batasnya. Batas ini yang kadang-kadang hilang. Sehingga orang gelap mata dalam mencari harta. Tapi kalau dia batasi mungkin dia tidak susah untuk yang membatasinya hanya mencari harta yang halal saja.
Namun begitulah ketamakan yang ada dalam hati manusia, seperti yang disebutkan dalam hadits. Dapat satu lembah emas dia tidak puas, dia akan cari lembah yang kedua. Ketika sudah mendapat dua, apakah berhenti? Jawabnya tidak, dia akan mencari lembah yang ketiga. Tidak ada kepuasan terhadap harta bagi hati manusia. Ini yang harus diredam dan dibatasi, yaitu ketamakan terhadap harta itu.
Perlu motivasi yang kuat untuk bisa membatasi harta dalam hati kita. Hingga betul-betul harta itu di tangan kita untuk maslahat akhirat. Jika harta itu membahayakan akhirat, maka dia tidak merasa berat untuk melepasnya. Jika ia berniat untuk menjaga diri dan keluarga, menyimpan sebagian harta untuk hal-hal yang tidak terduga, atau kondisi darurat, atau berniat memberi kelapangan bagi sesama saudara, dia simpan hartanya itu karena mungkin suatu ketika dia perlu menolong orang lain, maka menyimpan harta dengan niat seperti ini mendapat pahala atas niat baik tersebut. Tapi kalau dia menyimpan harta untuk menimbun harta dan tidak mengeluarkan kewajiban zakat, dan untuk menumpuk-numpuk harta dan menghitungnya, tentunya ini tercela dan menjadi satu keburukan atas dirinya.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak pembahasan yang penuh manfaat ini.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/52169-niat-ketika-seorang-muslim-mencari-harta/